Rabu, 07 Maret 2012

gairahkan seni tari di jombang

Budaya


Membingkai Geliat Seni Tari Jombang
2012.02.15 10:57:33
Oleh : Lukiati, S.Pd*

Kabupaten Jombang yang membentang dari utara ke selatan, dihiasi indah kali Brantas serta puncak-puncak gunung dan perbukitan, mewujudkan mozaik pemandangan nan istimewa lagi menawan. Anugerah keindahan itu rupanya mendorong dinamika warganya yang merupakan pertemuan dua aliran kebudayaan besar, yaitu Mataraman (Pracima) dan budaya Arek (Purwa) berkreasi sebagai buah peradaban. Olah kreasi yang saya maksud, salah satunya adalah seni tari. Sebagai contoh bisa kita saksikan tarian-tarian khas Jombang, seperti ; tari Remo Boletan, tari Remo gaya Ali Markasa, tari Renteng Manis dan lain-lain, telah mengharumkan nama Jombang tidak hanya di skup regional bahkan ke tingkat nasional.

Prestasi demi prestasi di bidang seni tari yang diukir oleh para seniman dan seniwati Jombang tersebut sayangnya tidak serta-merta memposisikan Jombang sebagai salah satu basis kekuatan varian kebudayaan yang memberikan kontribusi bagi pengembangan budaya di Jawa Timur hingga Indonesia secara lebih luas. Hal ini bisa dibuktikan dengan masih dimasukkannya Jombang sebagai bagian dari budaya Arek. Sedangkan pada sebagian kalangan masih menganggap Jombang sebagai daerah sebaran budaya Mataraman. Sehingga posisi yang ambigu inilah disadari atau tidak memunculkan hipotesis awal bahwa Jombang memang berbeda. Artinya bukan merupakan wilayah budaya Mataraman, juga tidak termasuk budaya Arek.

Melihat keunikan-keunikan Jombang dari berbagai sisi, maka saya hanya menyoroti pada geliat seni tari Jombangan yang mulai getol dipelajari oleh warga masyarakat Jombang melalui kegiatan ekstra kurikuler di sekolah-sekolah maupun di sanggar-sanggar tari. Geliat ini menguatkan kesan bahwa wong nJombang sedang kangen dengan identitasnya. Satu ciri yang dapat dijadikan penanda akan identitas pribadi maupun komunal.

Geliat senh tari di Jombang semakin mengemuka dengan dimasukkannya ekstra kurikuler seni tari oleh sekolah-sekolah berbasis keislaman, khususnya di madrasah-madrasah. Penari-penari muda Jombang pada kurun waktu dua tahun terakhir mulai didominasi oleh siswa-siswi madrasah ibtidaiyah, sebut saja MIN Kauman Utara Jombang dan MI Mujahidin Parimono. Dua madrasah ini telah menunjukkan prestasi yang membanggakan di dunia seni tari. Bahkan pada pembukaan Pekan Olahraga dan Seni Madrasah Ibtidaiyah se-Jawa Timur yang dipusatkan di kabupaten Jombang beberapa waktu yang lalu, sebanyak duapuluh murid MIN Kauman Utara sangat piawai membawakan tari Remo Boletan. Sehingga secara langsung wakil gubernur Jawa Timur Gus Ipul memberikan apresiasi yang positif terhadap perkembangan pendidikan di madrasah.

Melihat perkembangan antusiasme masyarakat Jombang terhadap tarian-tarian khas daerahnya, sangat menarik untuk dilakukan strategi khusus pengembangan seni tari di kabupaten Jombang sebagai salah satu cabang kesenian yang juga anak emas kebudayaan. Strategi tersebut antara lain berupa kemasan paket pengajaran serta kemasan lain yang diharapkan dapat menjadi pemantik api kreativitas masyarakat Jombang secara lebih luas. Memang, dibutuhkan keberanian untuk memulai. Keberanian ini menurut A’a Gym hendaknya diformulasikan dengan tiga M, yaitu ; mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, dan mulai dari sekarang.

Sebuah kerangka tujuan yang jelas akan memudahkan aplikasi strategi di lapangan. Aplikasi atau penerapan strategi itu antara lain dapat disinergikan dengan unsur-unsur lain di masyarakat. Maka peran jejaring kebudayaan dan pendidikan adalah dua bagian mutlak yang harus dirangkul dalam rangka membingkai geliat seni tari di kabupaten Jombang. Apalagi secara nasional Kementerian Pendidikan telah disatukan lagi dengan Kebudayaan.

Sebagai contoh yang sangat menarik untuk disajikan adalah strategi pengembangan seni tari yang dilakukan oleh Lembaga Lungit Angudi Rahayu atau Sanggar Lung Ayu, Jombang. Sanggar ini telah mengawinsilangkan pengembangan seni budaya dengan kondisi daerah pasca bencana banjir di sebagian wilayah Jombang, meliputi kecamatan-kecamatan utara Brantas ditambah kecamatan Diwek dan Jogoroto. Strategi ini perlu lebih dikembangkan oleh stakeholder kesenian secara lebih luas. Karena penanganan traumatis pasca bencana dengan pendekatan seni budaya diharapkan memberi  nilai tambah sumber daya manusia, khususnya di kabupaten Jombang.

Membingkai sesuatu dalam realita keseharian dapat diasumsikan dengan mengemas suatu produk, baik berupa barang maupun jasa sehingga makin memikat warga masyarakat terhadap potensi barang atau jasa yang dikemas. Salah satu contoh kasus adalah pelaksanaan wisuda penari yang dikemas dalam upacara adat Purwa Bhakti Seni Budaya. Meskipun kemasan tersebut mengadopsi upacara adat kungkum sindhen, namun substansi dari pengadopsian ini menganut model kreatifitas nilai kearifan lokal masyarakat Jawa, yaitu tiga N; niteni yang bermakna mengingat-ingat, nirokna atau menirukan, dan nambahi atau menyempurnakan dari acara sebelumnya.

Upaya demi upaya yang dilakukan oleh komunitas-komunitas kesenian hendaknya juga didukung elemen masyarakat maupun birokrasi. Maka pengembangan seni budaya di daerah pasca bencana adalah satu bentuk guliran bola salju untuk merancang strategi pembangunan seni budaya ke depan. Negara melalui birokrasi pemerintahannya bertindak sebagai fasilitator dan motivator program. Sedangkan komunitas atau lembaga-lembaga kesenian masyarakat menjadi eksekutor di lapangan. Sehinga dari pola-pola tersebut akan memunculkan ledakan proses panjang pembangunan seni budaya. Efek dari upaya tersebut bukan tidak mungkin seperti teori relativitasnya Einstein dalam bidang ilmu fisika.

Eureka..! eureka..! Ucapan yang pantas ketika stakeholder kesenian dan pemerintahan telah bertemu pada puncak visi yang sama. Karena innama a’malu bin niat, segala sesuatu tergantung niatnya. Maka dukungan pemerintah, dalam hal ini Direktur Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal untuk memfasilitasi Lembaga Pendidikan Lungit Angudi Rahayu atau Sanggar Lung Ayu yang bervisi sebagai pusat informasi dan pendidikan seni budaya Jombangan, menggelar upacara adat wisuda penari “Purwa Bhakti Seni Budaya” perlu untuk didukung sebagai upaya membingkai geliat seni tari Jombang. Semoga…

*) Penulis adalah guru SBK MIN Kauman Utara Jombang.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates